10 Januari 2014

Sepenggal cerita di awal tahun

9/01/2014

Blackberry saya baru hilang.
TASS!! lenyap, tak berbekas, dan untuk ke 3 kalinya dalam hidup saya kehilangan handphone.
Kali ini di angkot, pas ketika saya baru pulang kantor dan menuju stasiun kereta tempat favorit saya belakangan ini.
Kejadian hilangnya saya ini sebenarnya sudah umum terjadi. Saya pun sudah mendengar dari banyak orang. Segerombol laki-laki 4 orang, bersekongkol, bertingkah aneh, dan saya jadi sasaran. Saat itu, saya punya perasaan yang tidak enak. Namun, di lain sisi, saya meningkatkan kewaspadaan untuk jiwa, karena di otak saya mulai tercipta bayangan kejadian menyeramkan lainnya, bisa-bisa saya dihipnotis atau ekstrimnya (mungkin) ditusuk dengan pisau.

9 hari dari sejak tahun 2014, saya mengalami lagi satu pelajaran dalam hidup. Kali ini dengan membayar 1,9 juta dari tabungan bertahun-tahun.

Panik? Iya.
Sedih? Jelas.
Emosi? Rasanya sudah terlalu lelah. Lebih baik ikhlaskan saja.

Sepanjang perjalanan saya terus memikirkan kejadian tersebut sambil mengulas kejadian-kejadian yang terjadi dalam hidup saya beberapa belakangan ini.
Ya, memang banyak orang sudah berkata bahwa saya terlalu banyak mikir hingga akhirnya menjadi beban di diri sendiri. Saya sendiri menyadari hal itu.
Saya mencoba untuk lebih santai, tapi selalu, butuh ekstra kekuatan untuk menguranginya.
Saya pun sering lupa diri, termasuk untuk beberapa waktu ini.
Memikirkan tujuan hidup, memikirkan karir, memikirkan nasib keluarga, memikirkan masa depan, memikirkan cinta, membuat saya uring-uringan dan mengeluh atas hidup.

Gaji tidak seberapa, ritme kerja itu-itu saja, namun kemauan saya banyak.
Apakah benar lebih baik saya berhenti dan pindah ke tempat dengan gaji lebih besar?
Pertanyaan itu terus menggundah perasaan saya.

Tujuan hidup? Impian? Saya tidak tahu pasti. Hanya saat ini saya ingin bisa merimba, entah ke hutan mana pun. Kembali melakukan petualangan, bercengkerama dengan orang-orang setempat, mempelajari budaya dan pola pikirnya, melakukan hal-hal apa yang bisa saya lakukan. Memikirkan hal itu, rasanya sangat menyenangkan. Hal yang sangat saya sukai, bercengkerama dengan banyak orang, mencoba mencari tahu apa yang mereka pikirkan, apa yang mereka pahami.
Saya memimpikan Bali, Vietnam, Australia, Korea, atau mungkin kembali ke Jepang.
Saya juga ingin punya tempat main baru yang mungkin bisa benar-benar menjadi baru, ataupun yang telah lama telah ditinggalkan.

Paling tidak, saat ini, saya ingin mandiri. Mungkin cara paling dekat adalah dengan tinggal di indekos. Tapi memikirkan kondisi orang tua yang mulai berumur, saya menjadi khawatir. Siapa yang membantu mereka? Siapa yang menemani mereka? Kejadian beberapa hari ini mengingatkan saya bahwa umur mereka tidaklah lagi muda dan ayah belum sepenuhnya fit sejak operasi klep jantung tahun lalu.

Lagipula secara keuangan, masih sulit rasanya jika harus pindah ke indekos. Belum lagi memikirkan harus meluangkan waktu mensurvei kos satu ke lainnya demi mendapatkan kamar idaman, pas di kantong, pas di hati. Memang ada beberapa tawaran, tapi entah kenapa, saya masih berat harus keluar rumah kalau memang masih bisa pulang ke rumah.

Pacar yang semakin sibuk, membuat saya makin uring-uringan. Bahkan terkontaminasi kebanyakan baca novel atau nonton drama, saya jadi membayangkan hal yang tidak-tidak. Padahal hati saya tahu, hatinya tulus kepada saya, sampai saat ini.

Sampai pada hari ini, ketika BB saya hilang.
Minimal saya kembali diingatkan untuk :
Pertama, selalu terimakasih untuk apa yang sudah ada: kerjaan yang baik dengan lingkungan kerja yang menyenangkan serta atasan yang suportif, gaji yang masih bisa disisihkan sedikit untuk menabung ataupun makan enak sesekali, punya teman-teman yang selalu membantu dan terus mengingatkan, punya pacar yang tulus dan jujur, dan keluarga yang hangat.

Kedua, untuk kehidupan saya yang jauh lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Atas segala prestasi termasuk menjadi sarjana tahun lalu serta bisa menjadi juara 2 di sebuah lomba yang awalnya saya ragukan, humorous speech di hadapan ratusan orang awal tahun ini, dan bisa dipercaya oleh banyak orang karena kemampuan saya.

Terakhir, berbalas budi.
Ah iya. Balas Budi
Saya lupa dengan kata itu. Balas budi tergantikan dengan keluhan-keluhan yang setiap hari saya keluarkan.
Ketika menulis kata ini, saya tiba-tiba merasa menjadi orang yang sangat tidak adil; hidup yang seharusnya saya syukuri malah saya keluhkan setiap hari.
AH, saya merasa tolol dan bodoh. Saya juga malu sekali.

AAAHHH
Saya benar-benar merasa bodoh sekarang.
Saya benar-benar lupa diri lagi hanya karena satu hal,
apalagi kalau bukan UANG

Ah! Iya, benar!
Saya benar-benar bodoh.

Terimakasih untuk "cubitannya" yang berbeda untuk hari ini.
Sungguh, kali ini sungguh keras cubitannya.

0 comments:

Posting Komentar

 

Blog Template by YummyLolly.com