16 April 2010

REACH untukku

Nama gue, Farica Purnamasari. Tahun ini akan menjadi tahun ketiga gue mengikuti REACH dari sejak pertama.

Gue adalah anak yang hidup dengan label “gengsi & sombong”. Gue selalu berusaha menampilkan citra ”Farica anak yang baik, taat peraturan, dapat dipercaya, bertanggungjawab, dan bla bla bla”. Gue nggak boleh terlihat cacat, nggak boleh ada image negatif.
Gue sangat bangga dengan kecerdasan otak dan gue paling nggak mau dilihat ” nggak bisa gaul karena nggak punya duit”. Akhirnya, gue selalu ngerendahin orang bodoh dan miskin.
Farica hidup setiap harinya dengan strategi dan taktik bagaimana citranya selalu terlihat sempurna di mata orang.

REACH 2008.
Proses dalam pemilihan ketua kontingen DKI mulai menyadarkan hidup gue yang selalu dipenuhi dengan gengsi. Lewat dari proses pemilihan inilah, gue pun mulai bisa terbuka. Selama ini, sejujurnya gue nggak bisa terima kalau sebenarnya keluarga gue nggak kaya dan harus hidup hemat untuk bayar hutang. Gue sangat menutupi kenyataan kalau sebenarnya ”gue nggak punya banyak duit untuk gaul”. Berani terbuka tentang masalah ini membuat gue terpilih menjadi ketua kontingen DKI Sentra A, SI METAL.
Sayangnya, keterbukaan ini tidak gue bawa ketika hari-hari menjelang dan pada saat REACH. Akhirnya yang muncul adalah Farica menjadi sosok pemimpin kontingen yang sombong dan eksklusif. Gue tidak berani cerita semua perasaan gue, ketakutan gue, dan impian gue di kontingen. Hasilnya, kontingen SI METAL berada di peringkat 14. GUE MALU!

REACH 2009
Gue mencalonkan diri lagi menjadi calon ketua kontingen. Alasannya karena gue mau memperbaiki prestasi gagal menjadi ketua SI METAL. Lagi-lagi perasaan dan hati gue dicoba. Sebenarnya, gue tidak terlalu pengen jadi ketua, cuman pada saat itu yang gue pikirkan adalah ”Gue harus ikut pemilihan ini biar nanti bisa dilihat hebat karena pantang menyerah, mau mencoba memperbaiki prestasi kemarin. Keren kan?”
Hahaha.! Gue tidak ada bedanya dengan menjadi ketua SI METAL tahun lalu. Gue tetap menjadi orang yang sombong, nggak bisa sayang sama teman-teman di kontingen, dan menganggap semua tugas menjadi beban. Sudah dapat ditebak, hasilnya gue GAGAL menjadi ketua kontingen karena (lagi-lagi) tidak bisa jujur dan terbuka sama perasaan sendiri.

Dua tahun kejadian, gue kapok dengan masalah susahnya terbuka dengan hati.
Perjalanan menuju REACH 2010, gue benar-benar disadarkan dan akhirnya bisa merasakan sendiri dashyatnya kekuatan ”berani jujur dengan perasaan sendiri”.

ketika Kamu berani jujur dengan perasaan, ketika kamu berani memakai hati....

kamu bisa terima keadaan yang paling menjadi aib, yang paling ditutupi.
Kamu menjadi tahu siapa kamu sebenarnya.
Kamu jadi tahu apa impian kamu.
Kamu akan tahu apa maunya kamu.
Sadar atau tidak, kamu pun punya banyak teman.


REACH tidak sekedar memberikan teman baru, tidak sekedar sebagai ajang kompetisi, tidak sekedar memberikan pelajaran tentang teori dan pengetahuan baru saja, tetapi di sinilah Gue belajar bagaimana kita harus belajar terbuka dan jujur dengan hati dan perasaan.

REACH akhirnya membuat Farica perlahan tidak lagi menggunakan pikiran dan logikanya semata.
Saat ini, Farica percaya betul dengan kekuatan ”berani terbuka dengan hati" dan terus belajar untuk menggunakannya.
Saat ini, dia tahu apa yang dia mau, dia tahu apa impiannya,
Saat ini, dia tahu betapa banyaknya temannya sekarang
Saat ini, dia pun tahu bahwa cerita ini harus ditulis agar semua orang tahu perubahan apa yang dia rasakan setelah mengikuti REACH :D

0 comments:

Posting Komentar

 

Blog Template by YummyLolly.com