08 Januari 2012

8 hari setelah 2012

Gue baru saja habis mengetik rekapan tulisan pengakuan dari teman-teman yang sebenarnya waktu itu menjadi PR kami sebagai tim kerja GM  BDI DKI B untuk membuat tulisan mengenai problem dirinya dan harus dikaitkan dengan kondisi umum teman-teman GM DKI B. Ribet ya? Ember… hehehe. Gue berani menjamin bahwa ini PR yang susah dibandingkan PR di sekolahan. Hahaha. Ya iyalah, sebagai manusia pastinya ingin terlihat sempurna, keren sehingga susah mengakui kelemahan dirinya sendiri.
Okei, terlepas dari itu semua, gue mendapat keuntungan sebagai perekap dari tulisan mereka.
Jelas, nomor satu adalah pengakuan mereka terbaca sama gue semua. Hahaha. Rahasia mereka ada di tangan gue, cui. Hahaha. Geli-geli lucu gitu bacanya. Hehehe.  Keuntungan nomor dua, gue jadi makin mengenal teman-teman gue ini, seperti apa sebenarnya mereka ini. 
Keuntungan nomor tiga sekaligus yang paling penting adalah sambil ngetik, sambil senyum, gue pun berkali-kali merefleksikannya pada diri gue sendiri. Semuanya menuliskan hal yang mirip dan juga terjadi pada gue. JENG! Ini namanya jodoh kelompok kali, ya (emang jodoh buat pacar aja? Hehehe).
Dan, ternyata problem utamanya bahwa rata-rata kami semua, termasuk gue masih pada susah tampil apa adanya sebagai diri sendiri. JENG! JENG! Padahal problem ini sudah banyak dibahas dari majalah selawas GADIS sampai majalah terkini dengan tajuk “BE YOURSELF”. Damn! Berarti susah yah ternyata menjadi dirimu sendiri dan menghadapi keminderan diri.
Gue yang sudah 4 tahun berproses untuk mengenal diri sendiri, membuang minder, dan menerima berbagai kenyataan pun masih ada problem yang sama.  Menurut hasil perbincangan gue dengan sisca, penyakit minder ini sangat sulit dihilangkan dan seering kali muncul sekejap dan tanpa sadar. Bahayanya, ketika kita memendam perasaan minder ini, atau ditahan, atau parahnya, kita cuekin, lalu menumpuk sehingga menjadi akut dan lumutan di hati. Efeknya adalah kita bisa menjadi orang lain, entah siapa itu. Kita menjadi  tidak nyaman dengan diri sendiri. Penuh ketakutan, kecemasan, banyak pikiran buruk sehingga akhirnya menjadi tidak bahagia dalam hidup. Wegh…
Well, solusinya sebenarnya adalah hanya butuh kemauan untuk mengenal diri kita sendiri. Sejauh mana kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, apa yang kita suka dan tidak suka, apa yang kita tahu dan tidak tahu, apa yang kita mau dan tidak mau. Tidak cukup itu, kita harus BERANI  untuk mengakui/ menerimanya itu semua dengan lapang dada. Kita hanyalah manusia biasa, bukan manusia super seperti para superheroes. Makanya tidak ada manusia sempurna di dunia ini.
Memang, banyak orang-orang yang telah meraih sukses. Namun kalau kita pahami betul, mereka adalah manusia biasa yang sukses mengenal sejauh apa kemampuannya dan kelemahannya sehingga tahu bahwa butuh orang lain untuk bersama mencapai kesuksesannya. Menyadari kelemahannya, mereka tidak serta merta menyerah, tapi terus berkemauan belajar selama hidupnya.
8 hari setelah 2012, gue mendapatkan pembelajaran baru untuk lebih berani menerima bahwa gue adalah anak perempuan ketiga dari 4 saudara yang berasal dari keturunan Cina Medan totok, dimana bokap dan nyokap bukan lulusan dari universitas, kehidupan ekonomi pas-pasan, berbicara bahasa mandarin sehari-hari menyebabkan bahasa Indonesia yang tidak terlalu bagus dan cadel. Ditambah juga suara gue cempreng dan nyaring seperti anak kecil dan begitu juga kadang kelakuannya (gue anak papi mami), di rumah pun seringnya berbicara dengan volume maksimal yang kadang gue anggap juga semacam less-manner.
Ya sudahlah, gue harus berani melepaskan atribut gue selama ini bahwa gue bukan merupakan anak dari kalangan keluarga ekonomi menengah ke atas, bukan dari keluarga yang berpendidikan baik dan memiliki tata karma layaknya keluarga di istana presiden.
Lepaskan kebiasaan mendadak-lancar-berbahasa-asing dan mata-yang-langsung-menuju-pada-merek-pakaian-orang di tempat dan acara yang berkelas dan di acara kumpul keluarga sebagai-ajang-pamer-antar-sepupu-dimana-mendadak-menjadi-seperti-ajang-pamer-di-acara-arisan-kalangan-borjuis.  Lepaskan kebiasaan bahwa bokap dan nyokap gue harus membeli barang-barang branded dan belanja di department store berkelas. Relakan bahwa bokap dan nyokap gue tidak akan pernah cocok dengan Grand Indonesia, Pasific Place, dan kawan-kawan. Akui bahwa gue juga orang yang berorientasi pada uang.
Relakan bahwa makan di restoran mahal yang direview majalah atau tv akan terjadi setelah mereka yakin bahwa kami telah memiliki ekonomi yang mapan. Relakan bahwa bokap akan selalu setia dengan dvd,cd karaoke lagu mandarin serta radio siaran mandarin. Relakan bahwa nyokap memang akan terus ngomel dan berteriak selama gue tidak mengubah pola kebiasaan hidup yang malas-malasan dan masih banyak hal lainnya.
Ya, gue harus lebih menerima asal-usul diri gue dan berterimakasih untuk itu. Bahwa gue ingin lebih mengenal diri gue sendiri. Bahwa gue juga ingin menjadi lebih peka terhadap perasaan dari bokap dan nyokap serta teman-teman di sekitar. Tenang, masih ada 353 hari untuk membuat 2012 ini menjadi lebih berwarna, lebih ceria, dan lebih menjadi apa adanya.  Let’s do it soon! J

2 comments:

Anonim mengatakan...

post yang jujur. dan lucu.
:))

farica.wannabe mengatakan...

hahahah. terimakasih :D

Posting Komentar

 

Blog Template by YummyLolly.com